Friday, September 12, 2014

Papan Penuh Pesan di Sekolah Kami

(Diambil dari Kompas, JUMAT, 12 SEPTEMBER 2014)

Matahari di Kota Jayapura, bumi Papua, tepat di atas ubun-ubun. Namun, 12 murid kelas IV SD Inpres I APO tidak mengindahkan sengatannya, seperti juga mereka tidak menghiraukan papan besar berisi larangan bermain bola di luar jam pelajaran di tepi lapangan sekolah.
Mereka tetap asyik bermain bola dengan seragam merah putih melekat di badan. ”Hari ini memang tidak ada mata pelajaran olahraga. Tetapi, kami sering bermain bola di lapangan sepulang sekolah,” kata Doni Doloronda (9), salah seorang murid yang turut bermain bola. Papan tersebut tidak mempan menggugah mereka.
Papan larangan bermain bola itu bukan satu-satunya papan pesan di sekolah Doni. Begitu masuk ke SD inpres tersebut, murid disambut papan besar
disesaki kumpulan ”nasihat”, seperti jangan berkelahi, jangan terlambat ke sekolah, hingga menjaga sopan santun. Ada pula papan lain yang berisi imbauan agar murid beriman dan takwa.
Pesan-pesan belum berakhir. Supaya anak membuang sampah di tempat sampah, ada sebilah papan yang ”meminta” mereka menjaga kebersihan sekolah.
Murid-murid di SD Nurul Huda di Distrik Jayapura Utara memiliki pula papan pesan yang melarang mereka membuang sampah sembarangan. Namun, persis di pelataran kelas dan halaman sekolah, sampah berserakan. Nah, itu ada seorang murid seenaknya membuang plastik es teh di halaman sebelum dia lenyap masuk kelas.
Nilai, denda, dan doa
Tak mudah melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Guru-guru pun menggunakan beragam cara, termasuk lewat papan pesan. Kini, dengan penerapan Kurikulum 2013 yang mengintegrasikan pembentukan karakter pada setiap mata pelajaran, tugas guru makin berat.
Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran atau amanah; diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong; percaya diri dan bekerja cerdas; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; serta toleransi, kedamaian, dan kesatuan menjadi bagian dari tanggung jawab guru.
Shobiatun, salah satu guru Agama di SD Inpres I APO, mengakui masih ada kekurangan dalam penerapan pendidikan karakter. Namun, dia tetap berupaya menerapkan pendidikan karakter yang sebetulnya dimulai sejak 2009 di sekolahnya.
”Banyak program pendidikan karakter yang kami terapkan, misalnya ibadah bersama sekali dalam sebulan dan penghijauan taman sekolah. Selain itu, siswa yang tertangkap membuang sampah sembarangan akan didenda Rp 50.000,” ujar guru asal Solo, Jawa Tengah, itu.
Shobiatun juga mengajarkan anti korupsi kepada para murid. Caranya? ”Kami akan memberi nilai tinggi bagi murid yang menemukan barang atau uang milik temannya dan mengembalikan ke pemiliknya,” ujarnya.
Di Jakarta, para guru juga memutar akal untuk memadukan pendidikan karakter dalam pembelajaran materi di kelas. Mari kita lihat kesibukan Wali Kelas I SDN 02 Gandaria Selatan Petang, Jakarta Selatan, Nua Zani, beberapa hari lalu.
Zani memerlukan sebuah kardus untuk menampung peralatan mengajarnya. Kardus berisi daftar nilai siswa, rencana pembelajaran, tumpukan kertas HVS, amplop, kertas warna, dan papan alas menulis.
Seluruh kegiatan di kelas berisi 20 murid itu tak sedikit pun lepas dari pengamatan Zani. Pada pembukaan kelas, semua murid berdoa membaca surah Al Fatihah. Ketika murid tengah membaca doa dengan lantang dan menundukkan kepala, Zani memperhatikan satu per satu muridnya. Dia ingin melihat jika ada murid yang tidak berdoa. Berdoa termasuk salah satu penilaian dalam pendidikan karakter dan aspek yang harus diamati dalam penilaian Kompetensi Inti 1, sikap spiritual.
Pengamatan Zani berlangsung sepanjang jam pelajaran. Seusai memberikan pengarahan materi ”Mengenal Warna”, Zani membagi murid dalam lima kelompok. Dia mengarahkan murid berdiskusi menentukan warna balon di kertas HVS. Warna balon harus sesuai dengan urutan dalam lagu ”Balonku”.
Seorang siswa bertanya kepada Zani, ”Pak, warna balon ketiga apa?” Zani mengatakan, ”Kalian harus tanya teman sekelompok. Diskusi dan percaya sama teman kelompok, ya.” Menurut Zani, pemberian instruksi itu terkait dengan penilaian K-2, yaitu sikap gotong royong.
Selama diskusi, Zani rajin berkeliling dengan daftar nilai di tangannya. Dia memberikan nilai atas sikap siswa dalam kerja kelompok itu. Bagi Zani, mengajar dan menilai karakter murid tidaklah mudah. Para guru mesti kreatif dan memperhatikan lekat murid-murid.
Teladan
Di sekolah, menurut pengamat pendidikan asal Semarang, JC Tukiman Taruna, perubahan sikap sebetulnya dimulai dari guru. Guru tak lagi sekadar mengirim ilmu, tetapi mencontohkan karakter hidup disiplin, tenggang rasa, dan mementingkan orang lain.
Lebih berat lagi, guru mesti mampu meyakinkan murid bahwa antre, disiplin, jujur, dan menghargai orang lain itu perbuatan mulia, meskipun di tengah masyarakat yang terjadi kerap kebalikannya.
Begitu pula pendapat pengamat pendidikan dan anak, Seto Mulyadi. Pendidikan karakter lebih efektif berkembang lewat keteladanan. Dengan menciptakan suasana belajar menyenangkan di sekolah, anak merasa nyaman dan bahagia dengan sendirinya. Mereka pun akan melihat karakter-karakter baik yang semestinya dikembangkan dalam dirinya agar siap menjalani kehidupan.
Kembali ke SDN 02 Gandaria Selatan Petang, tempat Zani mengajar. Di sekolah itu pun bertabur papan pesan kebaikan. Kalimat nasihat terpajang di ruang dan pelataran kelas.
Nasihat tertulis dalam bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris. Beberapa di antaranya, ”Berdoalah sebelum memulai aktivitas”, ”Senyum, Sapa, Salam”, dan ”Buang sampah pada tempatnya”. Pesan kebaikan hadir di Jayapura hingga Jakarta. Namun, tanpa teladan guru, orangtua, masyarakat, dan para pemimpin, papan pesan itu ”tak bunyi”. (FLO/A07/A15/WHO/ELN)

Monday, January 14, 2008

tips dalam memilih SD untuk anak

Bulan ini biasanya adalah saat SD di Jakarta membuka pendaftaran murid baru.

Kebetulan anak saya saat ini bersekolah di SDIT di Kalimalang.
Banyak hal menarik yang bisa share selama berinteraksi dgn pihak sekolah, yang mungkin bisa menjadi panduan dalam memilih sekolah SD utk anak. Supaya bisa lebih memilih sekolah yang tepat.

1. Hati-hati dengan label sekolah international
Coba dicek :
- affiliasi dgn sekolah di luar negeri, apakah hanya bersifat
konsultasi temporal atau memang ada kerjasama.
Cara paling mudah adalah dgn mengecek ke website sekolah di luar negeri tsb. Biasanya kerjasama semacam itu akan dicantumkan

2. Bila dijanjikan ada native speaker,
coba dicek :
- apakah ada tambahan biaya lagi
- apakah native speaker mengajar untuk tiap kelas per minggu selama 1 tahun pelajaran atau sifatnya hanya insidental dan digabung (misalnya: 1 native speaker utk 3 kelas selama 3 bulan saja)

3. Jangan hanya melihat jumlah biaya masuk pertama kali dan SPP bulanan saat ini.
Tapi juga tanyakan apakah tiap tahun harus membayar kembali.
Bila ya, pastikan jumlahnya dan tanyakan apakah ada kemungkinan tiap tahun jumlahnya meningkat. Sebagai contoh, ada sekolah yang uang mukanya tidak terlalu mahal,
akan tetapi setiap tahunnya dikenakan biaya yg cukup tinggi.
Untuk kasus di SDIT anak saya misalnya, saat ini uang tahunan(kegiatan, buku, dll) mencapai RP 4 -5 juta !

4. Cek apakah biaya sudah termasuk makan siang, snack atau lainnya

5. Tanyakan juga kemungkinan biaya lain yang harus dikeluarkan selama pendidikan

6. Jangan terpukau hanya dengan kurikulum akademis yang dijanjikan, tapi tanyakan pula mengenai pendidikan karakter untuk anak.

7. Coba minta waktu untuk bertemu dgn guru yang akan mengajar.
Sekolah yang kondusif lingkungannya, biasanya gurunya pun terlihat antusias dan bersemangat bila ada calon orangtua yang ingin minta informasi dan sebaliknya.

8. Bila perlu, cek juga buku yang akan digunakan :
- Didapat darimana
- Apakah disediakan oleh sekolah atau harus membeli lagi.
- Apakah buku tsb boleh dibawa pulang ke rumah

9. Cek ruang kelas, jumlah maksimum murid perkelas dan jumlah guru perkelas

10. Cek bagaimana mekanisme feedback/complain dari orangtua.
Masalah ini sangat penting, karena ada sekolah yang justru menganggap keluhan orangtua sebagai gangguan, bukannya masukan.
Ada juga yang menerapkan birokrasi yang sangat berbelit, hanya untuk bertemu manajemen sekolah.

11. Cek bagaimana mekanisme bila orangtua terlambat membayar kewajibannya. Apakah anak yang akan ditegur dan dipisahkan belajarnya sehingga anak menjadi merasa dipermalukan, atau orangtua yang akan diingatkan.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelekkan apalagi mempromosikan SDIT.
Hanya berupa pandangan pribadi yang siapa tahu berguna buat orangtua lain.

Yang perlu di-ingat adalah memasukkan anak ke SD, berarti selama 6 tahun kita mempercayakan anak kita untuk dididik di sekolah tsb.
Apabila ditahun pertama banyak masalah yg terjadi, bukanlah hal yang mudah untuk memindahkan anak ke SD yang lain. Karena itu berhati-hati itu perlu.

Mungkin rekan lain ada yg punya tips ? please ditambah

Tuesday, March 23, 2004

More than thousand worlds

Banyak orang yang bilang foto itu punya kekuatan makna yang lebih dalam dibandingkan kata-kata atau tulisan.
Nggak percaya, sampai melihat foto rayhan di melbourne childcare....





Saturday, June 14, 2003

melbourne tram

Siang ini di Tram dari Brunswick ke City, ada ibu aussie dengan 2 anak balita naik.
Ya Allah, langsung sedih melihat lucunya mereka. Jadi ingat Rayhan dan Izza di Jakarta.
Iya, sudah 4 bulan nggak ketemu dgn mereka dan ibunya.

Tanpa sadar sepanjang perjalanan, mata nggak berkedip melihat 2 anak bule itu.
Baru berhenti setelah sadar ibu mereka memandang curiga. Maklum di sini banyak kejadian soal pelecehan anak. Sorry mum, saya cuma numpang kangen sama anak di jakarta.

Thursday, May 1, 2003